Arsip

Archive for Mei, 2012

Bismi Alif … !?

Alif terbentuk dari Ulfah ” kedekatan ”  dan Ta’lif  ” pembentukan ” ..

Dengan huruf inilah ALLAH menta’lif (menyatukan) seluruh ciptaanNya dalam landasan tauhid dan ma’rifah dengan kecintaan penghayatan iman dan tauhid.

Sehingga Alif ini membuka makna dan pengertian tertentu dengan banyak bentuk rupa dan warna yang ada pada huruf-huruf yang lain, maka jadilah Alif sebagai “ Kiswah ” ( pakaian ) bagi huruf lainnya itu semua karna kehendak si “ Alif Ghaib ”.

Huruf saja tidaklah memiliki makna, sebab pengertian tidak terdapat padanya makna dalam dari ” Alif  ibarat nyawa sedangkan bentuk huruf adalah ibarat raga “.

Ibarat pohon yang di belah sampai ke akar, dari akar di belah sampai ke biji asalnya. Lalu dari biji asalnya di belah sehingga tiada sesuatu apapun,  itulah hakikat kehidupan.

Allah menjadikannya berupa ( memiliki bentuk ) padahal tiada, huruf berupa lisan ketika diucapkan, sedangkan makna adalah pengetahuan yang diketahui sebelum lisan berucap dan berbuat.

Ia sangatlah halus melebihi kehidupan yang fana/tiada.

Maka jelaslah Alif adalah huruf yang paling utama, agung dan mulia ibarat Adam,  sedangkan Alif di satukan dengan Hamzah  Hamzah itu ibarat Hawa Maka lahirlah 28 huruf Hijaiyah seperti lahirnya manusia dari sebab Adam dan Hawa.

Sehingga muncul pengertian mudzakar Ibnu (lelaki) dan pengertian mu’annats Binti (wanita).

Seluruh huruf terlahir dari Alif, karna Alif pada asalnya tegak lurus dimana titik asalnya isyarat bagi penetapan permulaan wujud (ada) yang merupakan lawan dari ketiadaan (adam).

Lalu Alif ini ada pada pengelihatan sehingga melihat yang benar-benar ada adapun melihat Dzat itu merupakan cermin ketunggalan sejati yang menurun pada kesejatian diri.

Maka ketika dikaruniakan pandangan ini, melihat keberadaannya di dunia ini dengan cahaya yang terang benderang yang melihat dengan 127 kejadian.

Ketika disebut Alif yaitu ketika diri sudah tunggal.

Lalu menunjukan apa yang tampak dan terlihat di dirinya sehingga jadilah Alif yang pertama dijadikan oleh Allah adalah titik ke esaanNya,…

Ketika Ku pandang dengan keAgunganKu maka titikpun menunduk dan mengalir menjadi garis lurus tanpa akhir ( Alif ).

Alif pun dijadikan permulaan Kitabnya dan pembuka huruf karna huruf lain berasal darinya dan tampak pada dirinya.

“ IQRO ” : adalah wahyu pertama yang turun kepada Nabi Muhammad S.A.W. Yaitu membaca yang dimulai dengan huruf Alif dan diakhiri dengan huruf Alif.

“Iqro” secara hisabiah nilainya 33 Yaitu 3 kali di peluk Jibril A.S. maka 33 x 3 = 99 Asmaul Husna.

Dengan 99 Asmaul husna inilah Rosulullah s.a.w bisa isro dan mi’raj , Isra’ mi’raj di surah al-isra’, surat ke 17 berjumlah 111 ayat. 111 = 3 alif.”isra” juga di awali dgn huruf “alif ” dan di akhiri juga huruf “alif “. (huruf ” hamzah ” di akhir adalah satu karakter dengan ” alif “) dalam kalimah ” isra” ada huruf alif (akhir) dimana di bagian atas ada tanda mad (memanjangkan alif) nilainya 7 an dan nilai 7 ketukan ini adalah sebagai sistem untuk melipat 7 lapis bumi dan naik turun ke 7 lapis langit (mi’raj).

Dengan Alif , titik yang pada mulanya perbendaharaan tersembunyi kemudian tampak dan turun agar dikenal lewat ciptaanNya begitupun mahluk dikenal lewatnya dan di nisbatkan kepadaNya. Itulah Kholifah yang membawa “AMANAH”.

Karena dengan nama ALLAH itu adalah BISMI dan ALLAHU, Allahu itu adalah Alif, Lam, Ha. Alif  Lam yang di maksud adalah LAHU = BAGINYA, Jadi Allahu adalah Alif lam baginya ( untuknya ) ARAHMAN = Alif, Ra, Ha, Mim, Nun maksudnya Alif dan Lam itu rahman demikian juga dengan RAHIIM.

Jadi Alif lam itu seperti halnya cahaya matahari dan rembulan, yang memberi dan menyayangi tanpa syarat.

Alif Lam dalam diriku adalah keadaan TUBADIL ( menyadari segala tingkahnya ) dalam sholat. Jadi Alif Lam itu dalam tiap-tiap sebutan ARRAHMAN ARRAHIIM…..dst, seperti halnya mustaqim/jalan yang lurus dimana terdapat pada diriku yang sempurna sholat. yaitu ketika aku menginjak maqom tubadil seperti halnya takbiratul ikhram yang mukharanah  ( sempurna, dimana lafazh Allah dalam takbirotul ikhram sholat di panjangkan tanpa ada batasan hukum mad 2 harakat sebagai bentuk keagunganNya ).

Berbeda dengan kata “INNA” yg artinya “ sesungguhnya ” begitu diberi alif sebagai perpanjangan dari huruf nun, maka berubah menjadi jamak/banyak, “innaa” artinya “sesungguhnya kami”.

Begitu juga “Qul” yg artinya “ katakan ”, begitu diberi nun dan alif sebagai perpanjangannya, maka berubah menjadi jamak/banyak , “ Qulnaa ” yg artinya kami berfirman.jadi perubahan dari tunggal menjadi jamak karena adanya imbuhan huruf yg disesuaikan maksud dan tujuannya, bukannya unsur yg memerintah ( Allah ) yg menjadi jamak.

Subyek = Yang Memerintah tetap Tunggal Obyek = Maksud dan Tujuan yang menjadi jamak.

Maka AllAH pun Sholat,  sedangkan manusia tiada sedikitpun kekuatan sehingga ikut andil dalam perkara sekecil apapun terhadap dirinya karena di satu sisi hamba diperkenankan memilih jalan untuk dirinya tapi waktu yang sama ia harus masuk kepada ketetapanNya.

Karna Huruf memiliki tampilan, bahasa dan memiliki aspek lahir dan bathin aspek lahirnya berupa nama dan bentuknya. Aspek bathinnya berupa makna rahasiaNya, batasnya adalah uraian dari hukum-hukumNya, Serta tampilanNya adalah penyaksian dan penyingkapan.

Seluruh struktur susunan alam semesta itulah yang dinamakan pula sebagai Alif, karena seluruh huruf berasal dari susunan pengertian Rahasia hembusan tiupan RuhNya yang mencakup seluruh kata-kata dari hikmah yang menakjubkan dan ilmu-ilmu teristimewa yang ditiupkan kepada Adam.

Adam menjadi istimewa karna diajarkan satu Alif oleh Allah, maka ia dapat menyebutkan seluruh nama dalam satu huruf.

“ Ketahuilah, barangsiapa di berikan pengetahuan tentang Alif dan mengamalkannya, maka telah diberi pengetahuan tentang rahasia tauhid Wahdaniyah ( keesaan ) dan naik menuju rahasia Ahadiah ( kewujudan ) ”.

Salam,… Dipo Samudro – Bahr Al Qudra…

Kategori:Huruf

Samudro Agung … !?

Samudro agung tanpo tepi angrambahi endi kang aran Allah? Tan loro tetelu… kawulane tanno wikan… sirno luluh kang aneng datullah jati aran segoro purba…

Samudera besar yang tak bertepi, meresapi seluruh alam. Manakah yang disebut Allah? tidak dua atau tiga.. makhluknya tak ada yang menyadari… karena musnah terlarut dalam Dat Allah sejati.. yang disebut lautan terdahulu…

Samudera besar simbol sesuatu yang tak bertepi, tak berbatas, dan melingkupi seluruh alam; agama menyebutnya ‘Tuhan’ atau ‘Allah’. Simbolisme ‘samudera besar’ dipakai untuk menggambarkan ketunggalan Dzat Allah. Dalam samudera, misalnya, ada organisme-organisme yang hidup dengan cara menggantungkan diri sepenuhnya dengan air samudera , jika air itu kering maka organisme-organisme yang di dalamnya akan mati, begitu pula dengan Allah.. semua ciptaanNya amat bergantung kepadaNya sama halnya tergantungnya ikan terhadap air.

Jika Allah tidak ada, sama dengan tidak adanya air, maka semua ciptaan tidak akan ada ( sama dengan tidak adanya ikan tadi ) seluruh ciptaan amat tergantung pada Allah, dan ciptaan memiliki terbatas; terbatas pada usia, umur, dan kematian… hanya Allah yang tidak terbatas Ia senantiasa abadi tak terbatas, Luas, Hidup, yang disimbolkan pula dengan ‘ Lautan Purba ’.

Simbol ‘ samudera luas ’ atau ‘ lautan asal ’ juga menggambarkan asal seluruh keberadaan Allah disebut ‘ lautan asal ’, karena ialah asal mula dari segala penciptaan sebelum segala sesuatu tercipta hanya Allah yang ada dan sesudah segalanya tiada hanya  Allah yang ada,..  Dalam Al-Quran di sebutkan ‘Innaa lillaah wa innaa ilaihi raaji’uun’ (sebenarnya kita adalah milik Allah dan kita kembali kepadaNya), itulah makna ‘lautan purba’  .

Kategori:Tasawuf

Ilmu Huruf Hijaiyah …!?

Ketika huruf hijaiyah terbagi menjadi 28 makhraj (pengucapan huruf) dan setiap makhraj merupakan manzilah dari manzilah-manzilah bulan yang jumlahnya juga 28, maka tersusunlah huruf-huruf itu ke dalam susunan Abjad. Dan huruf-huruf itu terbagi menjadi:

Pertama: Bertitik dan tidak bertitik, menggambarkan nathiq (bicara) dan shamit (diam).

Kedua: Mengandung empat unsur, yaitu :

  • Unsur api :  alif, ha’ (ه), tha’, shad, mim, fa’, syin.
  • Unsur udara :  ba’, wawu, ya’, nun, shat, ta’, dha’.
  • Unsur air :  jim, za’, kaf, sin, qaf, tsa’, zha’.
  • Unsur tanah : ha’ (ح), lam, ‘ain, ra’, kha’, ghain.

Ketiga: Dari segi kesendirian dan tidaknya, terbagi menjadi: mufradah, matsani dan matsalis. Mufradah adalah huruf-huruf Muqaththa’ah (yang terdapat di awal surat Al-Qur’an) seperti huruf alif, kaf, dan lam. Matsani seperti dal, dzal, sampai fa’ dan qaf. Matsalis seperti ba’ sampai kha’ dalam susunan Abatatsa. Dari sisi nuqthah (titik): ada yang satu, dua, dan yang tiga.

Keempat: Malfuzhi, masruri, dan malbubi. Malfuzhi adalah huruf yang dalam pelafazhan atau pengucapannya tidak sama antara huruf pertama dan huruf terakhir, misalnya alif dan jim.Masruri adalah huruf yang dalam pengucapannya sama antara huruf pertama dan huruf terakhir, misalnya mim, nun, dan wawu. Malbubi adalah huruf yang pengucapannya terdiri dari dua huruf, misalnya ba, ta; huruf ini juga disebut huruf ‘illiyyah.

Kelima: Mufashshalah dan Muwashshalah. Mufashshalah adalah huruf yang hanya bisa disambung dengan huruf sebelumnya, yaitu alif, wawu, dzal, ra’, za’, dan dal. Muwashshalah adalah huruf yang bisa disambung dengan huruf sebelum dan sesudahnya.

Keenam: Huruf cahaya dan huruf kegelapan. Huruf cahaya adalah: shat, ra’, alif, tha’, ‘ain, lam, ya’, ha’, qaf, nun, mim, sin, kaf, ha’. Yang semuanya terhimpun dalam kalimat:

صِرَاطُ عَلِيٍّ حَقٌّ نُمْسِكُهُ

Jalan Ali benar kita pegang teguh

Dan selain huruf-huruf tersebut adalah huruf kegelapan. Coba kita perhatikan nama-nama semuanya didominasi oleh huruf-huruf cahaya kecuali “Al-Wadûd”.

Ketujuh: Huruf mudghamah (tersembunyi) dan muzhharah (nampak). Masing-masing berjumlah 14 sama dengan pembagian jumlah manzilah bulan. Yang nampak selalu berada di atas bumi, dan yang tersembunyi selalu berada di bawah bumi.

Huruf Mudghamah adalah huruf yang bila diawali (Al) bunyi Al-nya tidak nampak, misalnya Ra’ dan Dal. Huruf Muzhharah adalah huruf yang bila diawali (Al) bunyi Al-nya nampak, misalnya ba’, jim.

Hukum huruf-huruf tersebut memiliki rahasia yang menakjubkan. Misalnya, dalam susunan Abatatsa, “alif” merupakan huruf zat Yang Maha Suci, yakni Al-Awwalu wal Akhiru. Adapun khalifah huruf “alif” adalah “ya’” dan “wawu”, keduanya termasuk huruf layyinah dalam menjelaskan semua huruf, sebagaimana wujud Yang Maha Suci adalah sumber dari semua wujud, dan hal ini terkandung dalam doa, misalnya:

يا من كل شيئ قائم بك

Wahai Zat yang segala sesuatu terwujud karena keberadaan-Mu

Tak ubahnya kwalitas suara dan perbedaannya terjadi di udara karena ketergantungan gelombang pada sumber gelombang.

Karena itu kita tidak akan menemukan dua bentuk yang sama dalam semua wujud berdasarkan hukum penampakan Ahadiyah (hukum Alif dan ba’) dan penampakan nama “Man laysa kamitslihi syay-un ” (Dia yang tidak diserupai oleh segala sesuatu). Demikian juga kita tidak akan mendapatkan dua suara dalam wujud yang sama, sebagaimana hal ini digambarkan oleh Allah swt dalam firman-Nya:

وَ مِنْ ءَايَتِهِ خَلْقُ السمَاوَاتِ وَ الأَرْضِ وَ اخْتِلاََف أَلْسِنَتِكمْ وَ أَلْوَانِكمْ إِنَّ فى ذَلِك لاَيَاتٍ لِّلْعَلِمِينَ

“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah penciptaan langit dan bumi, dan perbedaan bahasa dan warna kulitmu, sesungguhnya dalam hal itu ada tanda-tanda kekuasaan Allah bagi semesta alam.” (Ar-Rum: 22).

Allah Maha Mendengar suara ini dan semua suara yang kwalitasnya telah terjadi dan akan terjadi di udara, dengan satu pendengaran yang sifatnya hudhuri dan isyraqi (pengenalan tingkat rasa).

Bersambung ……………. !!!

Kategori:Huruf

Sejarah Huruf Hijaiyah …!?

Tiap-tiap huruf hijaiyah mempunyai tempat keluarnya masing-masing dari bagian-bagianmulut tertentu. Tempat keluar huruf ini dinamakan Makhraj. Makhraj huruf ini dapatdikelompokkan atas:

1. Kelompok huruf-huruf Halqiah (Tenggorokan)

2. Kelompok huruf-huruf Lahawiyah (Tekak)

3. Kelompok huruf-huruf Syajariah (Tengah Lidah)

4. Kelompok huruf-huruf Asaliyah (Ujung Lidah)

5. Kelompok huruf-huruf Dzalaqiyah (Pinggir Lidah)

6. Kelompok huruf-huruf Nith’iyah (Langit-langit Mulut)

7. Kelompok huruf-huruf Litsawiyah (Gusi)

8. Kelompok huruf-huruf Syafawiyah (Bibir)

Sejarah Huruf Hijaiyyah

1. Dari Abdurrahman bin Usman, dari Qasim bin Asbagh, dari Ahmad bin Zuhair, dari al Fadl binDakkin, dari Wail dari Jabir dari Amir dari Samurah bin Jundab, ia berkata: ” Saya telah melakukan pengkajian terhadap asal muasal tulisan Arab Saya temukan tulisan Arab telah ada dan di gunakan suku Al Anbar sebelum suku Hiyarah mempergunakanya ”

2. Dari Ibnu Affan dari Qasim dari Ahmad dari az Zubair bin Bakkar, dari Ibrahim bin al Mundzir,dari Abdul Aziz bin lmran, dari Ibrahim bin Ismail bin Abi Hubaib dari Dawud bin Husain darilkrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata:
“Orang yang pertama kali mengucapkan bahasa Arab danmembuat tulisan lafalnya adalah Ismail bin Ibrahim.”

3. Dari Ahmad bin Ibrahim bin Faras Al Makky, dan Abdurrahman bin Abdullah bin Muhammad,dari kakeknya, dari Sufyan bin ‘Uyainah dari Mujalid, dari as Sya’by, ia berkata:

“Kami ditanya orang-orang muhajirin: “dari mana kalian belajar menulis?

Kami menjawab: “dari penduduk suku Hiyarah.

Kemudian orang-orang Muhajirin mengklarifikasi berita itu kepada penduduk Hiyarah.

Mereka bertanya: “Dari mana kalian belajar menulis?
Penduduk suku Hiyarahmenjawab: “Kama belajar dari: suku Anbar”.

Abu ‘Amr mengatakan: ” Dalam kitab Muhammad bin Sahnun terdapat riwayat sebagai berikut:Dari Abul Hajjaj yang mempunyai nama asli Sakan bin Tsabit berkata: dad. Abdullah bin Farukhdari Abdur Rahman bin Ziyad bin An’am al Mu’afiry dari ayahnya Ziyad bin An’am ia berkata:”saya berkata kepada Abdullah bin Abbas:

” Wahai suku Quraisy, apakah kalian pada zaman jahiliyyah menulis dengan tulisan Arab seperti ini, kalian menggabungkan huruf tertentu danmemisah huruf tertentu, ada alif, lam, mim, syakl, qath’ dan lain-lain sebelum Allah mengutus Nab’ SAW? “

Ia menjawab:  “ya”

Lalu aku berkata: ‘Siapa yang mengajari kalian menulis?”.

Ia menjawab: “ Harb bin `Umayyah”.

Aku bertanya lagi: “Lalu siapa yang mengajari Harb bin Umayyah? ”.

Ia menjawab: “Abdullah bin Jud’an”.

Aku bertanya lagi: “Siapa yang mengajari Abdullah bin Jud’an?”.

Ia menjawab: “Penduduk Al Anbar”.

Aku bertanya lagi: “Siapa yang mengajari penduduk Al Anbar ?”.

Ia menjawab: “Seseorang yang datang dari tanah Yaman, dari suku Kindah ”.

Aku bertanya lagi:  “Lalu siapakah yang mengajarkan seseorang tersebut?” .

Ia menjawab: “Al Juljan bin Al Muhim, ia adalah sekretaris nabi Hud as untuk menuliskan Wahyu dari Allah SWT.”

Dari Ibnu Affan, dari Qasim, dari Ahmad bin Abi Khaitsamah ia berkata:
“Huruf Hijaiyyahberjumlah 29 huruf , semua lafal dan tulisan Arab tidak bisa lepa s dari huruf tersebut.”

Dari Ibrahim bin Al Khattab al Lama’iy, dari Ahmad bin Khalid, dari Salamah bin Al Fadl, dariAbdullah bin Najiyah dari Ahmad bin Musa bin Ismail al Anbary dari Muhammad bin Hatim AlMuaddib dari Ahmad bin Ghassan dari Hamid bin Al Madainy dari Abdullah bin Said, ia berkata:

Telah sampai kepada kita sebuah riwayat bahwa ketika huruf-huruf Mu’jam yang berjumlah 29 menghadap Yang Maha Pengasih, huruf Alif merendahkan diri dihadapan-Nya.

Allah terkesan dengan sikap rendah hatinya, lalu Dia menjadikan alif sebagai awalan dari nama-Nya (Allah)”.

Abu Amr berkata: “ Sebagian ahli bahasa mengatakan alasan alif menempati urutan pertama karena alif merupakan representasi dari hamzah yang menjadi awal kalimat, Alif Layyinah , dan hampir semua hamzah.” Kemudian alif hanya menjadi awal kalimat tatkala huruf yang lain yaitu wawu dan yaa ikutmerepresentasikan dirinya yang pada keadaan yang lain berbentuk hamzah di tengah dan di akhir.

Abu Amr berkata “Alasan kenapa setelah huruf alif adalah huruf  baa, taa , tsaa adalah karena huruf tersebut adalah huruf yang paling banyak menyerupai huruf yang lain, di mana jika huruf yaa dan nuun terletak pada awal kalimat atau di tengah kalimat maka akan menyerupainya sehingga kalau di jumlah ada 5 huruf yang berkarakter sama. Oleh karena itu untuk mengantisipasi dan mencari jalan keluamya adalah dengan mendahulukan urutannya. Kemudian urutan setelah baa, taa, tsaa adalah jiim, haa, khaa .”

Tertib urutan huruf yang serupa (mutasyabihat) dan Mazdujat ( dal, dzal, ra‘ dan lain-lain) adalah sesuai dengan sedikit atau banyaknya frekwensi dipergunakan dalam percakapan. Jadi semakin depan urutannya, semakin banyak digunakan dalam percakapan.  Kecuali untuk huruf nun dan yaa sekalipun kedua huruf tersebut diakhirkan namun ia mempunyai derajat yang sama dengan huruf yang menempati urutan di depan karena huruf yang menyerupai karaktemya telah di tempatkan didepan (ba, ta, tsa ).

Selanjutnya Abu Amr mengatakan diantara huruf ada juga yang tidak bisa disambung dengan huruf yang lain setelahnya. Jumlahnya ada 6 yaitu : alif, dal, dzal, ra, za, dan wawu.

Alasan kenapa huruf tersebut tidak bisa disambung dengan huruf yang lain juga sama dengan diatas yaitu untuk menghindari keserupaan antar huruf. Andaikata alif bisa disambung dengan huruf lain setelahnya, akan serupa dengan huruf   lam, dan wawu akan sama dengan huruf  fa dan qaf , dan dal, dzal, ra , za akan sama dengan yaa dan ta.

Alasan lain yang dikemukakan Abu Amr tentang rahasia di batik urutan huruf hijaiyyah adalah: Alif menempati urutan pertama karena dua alasan yaitu berdasarkan Khabar (tentang sikap rendah diri Alif di hadapan Allah) dan Nadzar ( pemyataan ahli bahasa yang telah dijelaskan diatas) . Selain itu karena
Alif menjadi awal dari ayat surat Al Fatihah yang merupakan induk Al Qurandan karena seringnya digunakan dalam tulisan dan percakapan, bisa disimpulkan :

” Huruf ALIF ; – adalah huruf yang hampir seluruh kata tidak bisa dan tidak mungkin terlepas darinya dan paling banyak diulang dan digunakan dalam percakapan “.

Kemudian huruf setelah alif adalah huruf baa, taa, tsaa Oleh karena ketiga huruf tersebut yangterbanyak mempunyal karakter yang sama maka tradisi pun mengikutinya untuk menulisnya setelah alif.

Alasan kenapa huruf ba terletak setelah huruf alif adalah karena huruf ba menjadi awal dari Basmalah setelah sebelumnya huruf alif menjadi awal Ta’awwudz . selain itu, ba menempati urutan kedua setelah alif dalam rumusan huruf Arab ( hija ) kuno yaitu lafal AB’ JADIN.

Alasan lain yaitu karena ba bertitik satu, ta bertitik dua, dan tsa bertitik tiga. Jadi sesuai denganurutan angka. Oleh karena itu ba menempati urutan pertama, ta kedua dan tsa ketiga.

Ada juga yang mengatakan alasannya adalah karena sedikit atau banyaknya frekwensi penggunaannya dalam kalimat sehingga yang didahulukan adalah yang paling banyak frekwensinya.

Kemudian huruf  jim, ha, dan kha ketiganya paling banyak mempunyai karakter dibanding huruf yang lain, alasan setelah tsa dan jim adalah karena bersambungnya huruf  jim  setelah ba pada lafal ABI JAD. Selain itu ha diletakkan sebelum kha karena sesuai dengan urutan makhraj (tempat keluarnyahuruf) dimana huruf  ha keluar dari tengah tenggorokan dan kha
dari tenggorokan bagian atas  sehingga ha di letakan lebih dulu dari kha.

Setelah itu huruf dal dan  dzal keduanya berkarakter  sama dal ditempatkan lebih dulu karena terletak setelah huruf  jim pada lafal ABI JAD kemudian ra dan za keduanya juga mempunyai karakter sama, semua huruf yang berpasangan di letakkan secara berurutan dengan alasan yang sama.

Sampai disini urutan penulisan huruf hijaiyyah tidak mengalami perbedaan, baik pada penduduk Masyriq dan Maghrib .

Setelah huruf  ra dan za penduduk Masyriq dan Maghrib berbeda pendapat tentang urutan huruf setelahnya, penduduk Masyriq menulis setelah huruf  ra dan  za  adalah  sin  dan  syin dengan alasan  za  dan  sin  mempunyai sifat yang sama :  as shafirsin  terletak lebih dahulu ketimbang syin karena yang asal adalah huruf tanpa titik sehingga huruf yang sama karaktemya namun bertitik diletakkan sesudahnya, yang asal selalu diletakkan pertamadan lebih dahulu ketimbang yang sifatnya far’i (cabang).

Setelah sin dan syin adalah shad dan dhad  huruf ini pun berkarakter sama dan diletakkan setelah sin karena huruf  shad mempunyai sifat sama dengan sin yaitu shafir dan hams , kemudian tha dan dza ,  keduanya mempunyai karakter yang sama dan sebagaimana huruf-huruf yang lalu  tha dan  dza  mempunyai sifat yang sama yaitu  ithbaq dan isti’la.

Tha terletak lebih dahulu karena tha adalah yang asal (tanpa titik). Selain itu dalam lafal ABI JAD  tha  lebih dahulu,  huruf selanjutnya adalah  ain dan ghain
, sebagaimana huruf-huruf  Mazduj  ( berpasangan ) yang lain. ain didahulukan dari  ghain dengan alasan Thariqul  Makhraj (urutan tempat keluarnya huruf) dan Jihatul I’jam ( yang tidak bertitik didahulukan) .

Setelah huruf-huruf yang berpasangan adalah huruf-huruf yang terpisah (tidak berpasangan) yaitu fa’ dan  qaf ,..   fa’ dalam lafal ABI JAD ditulis setelah ain begitu juga dengan qaf kemudian huruf  kaf, lam, mim, dan nun sesuai dengan urutan penulisannya dalam lafal KALAMUN  urutan huruf tersebut juga sesuai dengan urutan tempat keluarnya huruf mulai daritenggorokan bagian atas.

Lam di letakkan terlebih dahulu ketimbang mim dan nun karena lam sama karaktemya dengan huruf alif yang berada pada urutan pertama, mim terletak sebelum  nun  karena  mim  lebih dominan dan tampak dalam pengucapan, tidak seperti  nun  yang misalnya dengan hukum idhgham pengucapannya tidak nampak bahkan hilang ( Khaisyum). selain itu  mim sama  makhrajnya dengan huruf   ba yang menempati urutan kedua setelah  alif   dan  nun  akan hilang pengucapannya jika bertemu  ba   setelah itu huruf  wawu , ha  dan yaa.

Wawu  di letakkan lebih dahulu karena  wawu mempunyai kemiripan karakter dengan huruf   fa’ha terletak sebelum  yaa karena lebih dahulu dalam lafal ABI JAD.  ya menempati urutan terakhir dalam huruf  hijaiyyah karena uniknya huruf  yaa tersebut ketika terletak pada akhir kalimat berbeda dengan ketika berada di awal dan di tengah.

Penduduk Maghrib menuliskan setelah ra adalah huruf  za, tha  dan dza  . Karena tha sama makhrajnya dengan huruf dal dan dza  dengan  dzal, tha terletak sebelum  dza  karena alasan Plain ( sama dengan argumentasi penduduk Masyriq di atas ).

Kemudian kaf, lam , mim , dan nun sesuai dengan urutan lafal kalimna dan sesuai dengan lafal ABI JAD. Setelahnya adalah  shad dan dhad  sesuai dengan urutan penulisan lafal setelah KALAMUN yaitu SHA’AFADHUN.  Selain itu karena shad  asli dan tidak bertitik.  ‘ain  dan   ghain  , fa  dan  qaf  , sin dan syin, alasannya adalah karena masalah makhraj dan  i’jam  .

Terakhir adalah hawawu , dan  yaa terletak lebih dahulu sebelum wawu dan  karena  ha  berada di awal pada Lafal HAWAZUN., begitu juga wawu pada lafal HATHIYYUN.

Dari Ibrahim bin Khuttab, dari Ahmad bin Khalid, dari Salamah bin Al Fadl, dari Abdullah bin Najiyah, dari Ahmad bin Badil Al Ayyamy, dari Amr bin Hamid hakim kota ad Dainur, dari Farat bin as Saib dari Maimun bin Mahran, dari Ibnu Abbas, ia berkata:

Segala sesuatu ada penjelasan ( tafsir ) nya yang diketahui oleh orang yang mengetahuinya dan tidak diketahui oleh orang yang tidak mengetahuinya.

Kemudian ia menjelaskan makna dari:

ABU JAD (aba adamu at ta’ah / Adam enggan taat dan bersikukuh untuk memakan buah pohon larangan), HAWAZUN ( zalla fa hua minas samai wal ardl/ tereliminasi dari langit dan bumi), HATHIYYUN (hutthath ‘anhu khatayahu / Adam diampuni kesalahannya), KALAMUN (akalaminas syajarah wa munna `alaihi bit taubah/ memakan buah dari pohonlarangan dan dianugerahi ampunan),  SHA’AFADHUN (asha fa akhraja minan na’im ilan nakdy / ia berbuat maksiat sehinggaAllah mengeluarkannya dari kenikmatan (surga) menuju kepayahan (dunia),  QURAISIYAT (aqarra bidz dzanbi fa amanal ‘uqubah/ ia mengakui kesalahan- nya danakhirnya selamat dari siksa).

Dari Abdur Rahman bin Ahmad al Harwy dalam kitabnya, dari Umar bin Ahmad bin Syahin dariMusa bin Ubaidillah dari Abdullah bin Abi Sa’id dari Muhammad bin Hamid dad Salamah bin Alfadl dad Abu Abdillah al Bajaly, ia berkata:

“Abu Jad, Hawaz, Hathy, Kalamun, Sha’afadlun danQuraisiyat adalah nama-nama raja Madyan”.

Adapun nama raja Madyan yang ada pada kisah dalam Al Quran pada zaman Nabi Syu’aib yangterkenal dengan tragedi yaumudz dzullah adalah Kalamun.Abu Amr berkata:

“Sebagian ahli nahwu mengatakan bahwa lafal Abu Jad, Hawaz, Hathiy,adalah lafal Arab seperti halnya lafal Zaid dan Amr dalam hal tashrif. Adapun Kalamun,Sha’afashun dan Quraisiyat bahasa Arab sehingga tidak bisa ditashrif, kecuali untuk fatal Quraisiyat bisa ditasrif seperti lafal Arafat dan Adzri’at”

Ibnu an Nadim pada salah satu bab berjudul Al Kalam ala al Qalamil ‘Araby dalam kitab At Fihristmengatakan:

“Terdapat perbedaan pendapat tentang siapakah yang pertama kali membuat tulisan Arab”.

Hisyarn al Kalby mengatakan:

“Orang yang pertama kali membuatnya adalah sebuah kaum dari Arab, ‘Aribah yang singgah pada kabilah ‘Adnan bin Ad. Nama-nama mereka adalah Abu Jad, Hawaz, Hathiy, Kalamun, Sha’afasadlun, Quraisat”,

Demikianlah menurut Ibnul Kufy, kemudian mereka membuat tulisan yang didasarkan kepada sama-nama mereka. Kemudianmereka menemukan huruf-huruf yang tidak ada dalam nama mereka yaitu  tsaa , khaa dzaldzasyin, dan  ghain, mereka menamakan huruf-huruf ini dengan istilah ar rawadif (yang sama), Ia berkata: “Merekaadalah nama raja-raja Madyan. Mereka binasa pada tragedi yaumudz dzullah pada zaman Nabi  Syu’aib”.

Quthrub mengatakan dalam penulisan Abu tidak memakai wawu dan Jad tidak memakai alif,  ada sebagian orang yang pantang mengulang huruf yang telah di sebutkan ( alif ) karena pada dasarnya penulisan  wawu pada Abu dan alif  pada Jad adalah sebagai penambahan dalam cara baca, oleh karena itu bagi yang sudah tahu tidak perlu menuliskannya demi menjagake otentikan lafal tersebut.

32 Huruf dalam Metode Struktur dan Format Al Quran  Orang yang pertama kali mengembangkan huruf hijaiyyah menjadi  32 huruf adalah ilmuwan muslim berkebangsaan India bemama Fadlullah Astarabadi pada akhir abad ke 14 sejarah membuktikan antara angka Arab dan India mempunyai kaitan erat, misalnya angka Nol yang memungkinkan terbentuknya operasi matematika yang sangat rumit jauh sebelum Ilmuwan Islam mengenal nol, bangsa India telah mengenalnya sebagai ” Shunya “ atau kekosongan.

Dalam kajian metode struktur dan Format Al Quran, kita mengenal  32 huruf hijaiyyah  huruf ke31, dalam kajian ini karakter huruf  lam  dan  alif   yaitu huruf ke 27 dikembangkan melalui sebuah kajian yang intensif dan bersifat empiris spiritual dengan meletakan  alif  yang asalnya di depan menjadi di belakang dan di letakkan dalam urutan huruf ke 31.

Sedangkan huruf ke  32 , Ta’ marbuthah merupakan pengembangan karakter huruf   Ta’ maftuhah ( huruf ke 3 ) ketika terletak di belakang kata uniknya, sekalipun huruf hijaiyyah sudah dikembangkan sedemkian rupa menjadi  32 huruf tetap saja imbang artinya, 16 huruf  mu’jam ( bertitik ) dan 16 huruf Ghairul Mu’jam (tanpa titik).

Keterangan:

Makhraj-Makhraj Huruf Makhraj ialah tempat menahan/menyekat udara ketika bunyi huruf dilafazkan. Huruf ygdimaksudkan ialah huruf Hija’iyah bahasa arab yg mengandungi 28 huruf. Menurut pendapatImam Al-Khalil Bin Ahmad dan kebanyakan Ahli Qiraat serta Ulama Nahu antaranya ImamIbnu Al-Jazari. Jumlah bilangan makhraj yg umum terbahagi kepada 5 Bagian.

Bagian rongga mulut dan rongga kerongkong ( Al-Jauf )

Bagian kerongkong ( Al-Khalk )

Bagian lidah ( Al-Lisan )

Bagian bibir mulut ( Asy-Syafatan )

Bagian hidung ( Al-Khaisyum

Semoga bermanfaat…  Salam….

Kategori:Huruf

Kesejatian Sejati ….!?

Dalam penantian Sang Hamba menuju kesempurnaan maka akan di mulai dengan Ilmu. Dalam Ilmu (pengetahuan) tidak akan memberikan Manfa’at (sia-sia) jika tanpa di dasari Kesadaran dalam Niat yang tulus.

“Sesungguhnya Manusia itu Mati kecuali mereka2 yang berpengetahuan, dan mereka2 yang berpengetahuan banyak yang tertidur kecuali mereka2 yang mengamalkan, dan mereka2 yang mengamalkan banyak yang tertipu kecuali mereka2 yang Tulus Ikhlas.

Ketika Lautan Hikmah dari segala Ilmu terselami maka terlihat lah……Mutiara2 Indah yang sangat berkilauan, dan banyak di antara para Salik yang mengambil Mutiara2 itu, karena saking Takjub dan terpananya melihat keindahan Mutiara2 tsb.

Ketika rasa Takjub itu datang merasuk kedalam Qolb’ maka pada saat itu…..Nyanyian ke EGO an menyertai dan mengakibatkan diri hanyut dan tenggelam dalam RASA/Zauq.

Ketahuilah……pada satu sisi, RASA/Zauq itu adalah “Jalan/Thoriqoh” menuju Sang Sejati akan tetapi apabila terlena dan hanyut dalam RASA/Zauq itu dan lupa akan “sang pemilik” RASA, maka semakin banyak duri2 yang akan tumbuh pada diri.

Lihatlah…………kesekeliling, berapa banyak yang Asyik Masyuk dalam RASA berenang dalam Nikmatnya RASA, lalu meRASA kosong, lalu meraba dalam Kosong dan mengata tidak ada apa apa dan menyatakan bahwa inilah SEJATI, inilah PUNCAK, inilah AKHIR dari segalanya, inilah IA.

Maka ketika hal itu telah ternanam, maka itulah Akar dari pada duri2 yang akan menyelimuti diri dan tanpa sadar……, telah ber TUHAN kan kekosongan, ber TUHAN kan ke HAMPA an, ber TUHAN kan ketiadaan.

Sesungguhnya……RASA/Zauq itu, masih di dalam sifat Jamal-NYA, dan bukan itulah Akhir perjalanan, namun itu barulah Awal perjalanan untuk Melangkah di “ARSY TUHAN” dan Akhirnya “MENENGOK RAHASIA KALAM”.

Apakah Mutiara2 Indah yang sangat berkilauan itu…..????
Itulah…………ZIKIR/ZIKRULLAH.

Semakin banyak ber ZIKIR/ZIKRULLAH dengan bermacam2 ZIKIR (mutiara2), maka semakin terhijab, jika……………masih terpandang Ma Siwa Allah ( Sesuatu), masih terpandang akan diri : “Aku ini berzikir”, Aku ini beramal”, Aku ini berThoriqoh”, “Aku ini ber mursyid”, “Aku ini berma’rifat”, dll…dll…dll….maka akan timbul suatu penekanan akan sesuatu. Jika penekanan “akan sesuatu” itu telah menjadi pandangan Bathinnya maka Hijab telah menutupi Qolb’ dari NurNya yang Nyata. Ia melihat akan Nur, tetapi yang terlihat bukanlah Nur yang sesungguhnya melainkan hanyalah bayangan dari pada Nur. Maka bayangan tetaplah bayangan, sampai kapanpun tetaplah bayangan dan bayangan bukan lah yang punya bayang2.

Bulan Nyata terlihat, tetapi tiada di ketahui…..karena yang di ketahui hanya kenyataan Bulan di atas Danau dan Bathin lalai bahwa sesungguhnya yang ada di danau itu bukan Bulan, melainkan hanya bayang2 dari sang bulan.

Maka……lihatlah Bulan yang terang dan cahayanya sangat menyejukkan itu dan mendamaikan Qolb itu Sangat Nyata dan Indah, bukan dimana2 tetapi ada di mana2.

Maka…….untuk masuk ke jalan itu…..,

Lepaskan tubuhmu……
Lepaskan hatimu……
Lepaskan jiwamu…..
Lepaskan ruhmu……
Lepaskan Akumu…..

Hingga engkau tak bertubuh jasad lagi, tidak berhati lagi, tidak berjiwa lagi, tidak ber Ruh lagi dan tidak ber Aku lagi.

Pandanglah yang memandang dan rasakan yang merasakan maka engkau tidak ada, maka engkau kosong, maka engkau hampa.

Bukan Al-Haq yang tidak ada, bukan Al-Haq yang kosong itu, bukan Al-Haq yang hampa itu melainkan dirimulah yang tiada, dirimulah yang kosong itu, dirimulah yang hampa dan sunyi itu.

Dan tidak boleh dua, tiga, empat atau banyak yang mengisi kekosongan itu melainkan hanya SATU yang ber hak untuk mengisi kekosongan itu yaitu “Al-Haq”.

Dirimu bukan lah dirimu karena dirimu kosong dan Al-haq lah yang ada pada ke kosongan itu. Jika dirimu sudah kosong karena memang kosong, jika dirimu sudah tidak ada karena memang tidak ada. Maka yang manakah yang di sebut EGO….???, maka yang manakah yang di sebut Nafsu….???, maka yang manakah yang di sebut Aku…???

Maka semuanya pun tidak ada/kosong karna memang kosong/tidak ada..  maka jika ada bantah membantah, maka jika ada sanggah menyanggah, maka jika ada hujat menghujat, selama itu engkau masih belum kosong dari kedirianmu.Maka itulah Hijab/Tirai yang sangat tipis bak sehelai rambut di belah tujuh.

Nyata ketiadaan itu menunjukkan Nyatannya yang ADA (Al-Haq).
maka matilah sebelum engkau mati……maka siapakah yang ada setelah kematianmu….????
Jika engkau sudah mati maka engkau sudah tidak ada, maka siapakah yang ada setelah kematianmu/ketiadaanmu…???

Ana (Al-Haq) yang ada……. Jika hanya Al-Haq yang ada, maka selain itu……..adalah Fatamorgana, bayangan, semu, tidak ada dan nyatalah….Ana (Al-Haq) meliputi pada kekosongan dan ketiadaan dirimu. Dan kekosongan diri/ketiadaan diri itulah Singgasana/Kerajaan TUHAN dan di situlah Al-Haq bersemayam (Arsy’). Bukan di tubuh, bukan pula di hati, bukan pula di jiwa dan juga bukan di Ruh.

Maka “DIAM” = “MATI” = “KOSONG” = “TIDAK ADA” = “Laa Hawla Wa Laa Quwwata…..” dan itulah diri yang bernama , Paijo, Paimin, Paiman, Poniran, Ponirin, Slamet, dll…dll….dll…….

“Dari kosong maka akan kembali kosong”
“Dari tidak ada maka akan kembali tidak ada”.

Kategori:Tasawuf

Syi’ir Tanpo Waton .. Gus Dur

Gus Dur ( Abdurrahman Wahid ), pasti kita sudah mengenal beliau. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari sosok beliau yang sarat pemikiran cemerlang. Salah satu kenang-kenangan dari Gus Dur adalah Syi’ir ‘tanpo waton’. Syi’ir (Syair) ini merupakan sedikit oleh-oleh pemikiran islam beliau bagi segenap umat islam pada khususnya.

Gus Dur

Dalam syi’ir ini, beliau berbagi ilmu, kritik bagi sesama muslim, dan banyak hal yang beliau berikan dalam beberapa baris syair. Dari ajakan untuk tidak sekedar membaca Al-Qur’an, namun juga seharusnya kita belajar memahami isinya. Mengkritisi pihak-pihak yang (suka) mengkafirkan orang lain namun tidak memperhatikan kekafiran dirinya sendiri. Dan masih banyak pesan lainnya bagi kita semua.

Sebelumnya, mungkin sudah ada yang posting tentang syi’ir ini . Namun kiranya ini dapat juga bermanfaat bagi semua. Pemikiran Gus Dur terus dikembangkan dan dipelajari, ada banyak tokoh yang konsisten meneruskan pemikiran beliau, Bagi yang berminat untuk mendengarkan alunan Syi’ir Tanpo Waton dengan suara (Alm) Gus Dur dan jama’ah dapat download di bawah Dan berikut adalah lirik Syi’ir Tanpo Waton tersebut.

 

Ngawiti ingsun nglaras syi’iran …. ( saya memulai melantun syi’ir)

Kelawan muji maring Pengeran …. (dengan memuji kepada Tuhan)

Kang paring rohmat lan kenikmatan …. (yang memberi rohmat dan kenikmatan)

Rino wengine tanpo pitungan 2X …. (siang dan malamnya tanpa terhitung)

 

Duh bolo konco priyo wanito …. (wahai para teman pria dan wanita)

Ojo mung ngaji syareat bloko …. (jangan hanya belajar syari’at saja)

Gur pinter ndongeng nulis lan moco … (hanya pandai bicara, menulis dan membaca)

Tembe mburine bakal sengsoro 2X …. (esok hari bakal sengsara)

 

Akeh kang apal Qur’an Haditse …. (banyak yang hapal Qur’an dan Haditsnya)

Seneng ngafirke marang liyane …. (senang mengkafirkan kepada orang lain)

Kafire dewe dak digatekke …. (kafirnya sendiri tak dihiraukan)

Yen isih kotor ati akale 2X …. (jika masih kotor hati dan akalnya)

 

Gampang kabujuk nafsu angkoro …. (gampang terbujuk nafsu angkara)

Ing pepaese gebyare ndunyo …. (dalam hiasan gemerlapnya dunia)

Iri lan meri sugihe tonggo … (iri dan dengki kekayaan tetangga)

Mulo atine peteng lan nisto 2X … (maka hatinya gelap dan nista)

 

Ayo sedulur jo nglaleake …. (ayo saudara jangan melupakan)

Wajibe ngaji sak pranatane … (wajibnya mengkaji lengkap dengan aturannya)

Nggo ngandelake iman tauhide … (untuk mempertebal iman tauhidnya)

Baguse sangu mulyo matine 2X …. (bagusnya bekal mulia matinya)

 

Kang aran sholeh bagus atine …. (Yang disebut sholeh adalah bagus hatinya)

Kerono mapan seri ngelmune … (karena mapan lengkap ilmunya)

Laku thoriqot lan ma’rifate …. (menjalankan tarekat dan ma’rifatnya)

Ugo haqiqot manjing rasane 2 X … (juga hakikat meresap rasanya)

 

Al Qur’an qodim wahyu minulyo … (Al Qur’an qodim wahyu mulia)

Tanpo tinulis biso diwoco … (tanpa ditulis bisa dibaca)

Iku wejangan guru waskito … (itulah petuah guru mumpuni)

Den tancepake ing jero dodo 2X … (ditancapkan di dalam dada)

 

Kumantil ati lan pikiran … (menempel di hati dan pikiran)

Mrasuk ing badan kabeh jeroan …. (merasuk dalam badan dan seluruh hati)

Mu’jizat Rosul dadi pedoman …. (mukjizat Rosul ” Al-Qur’an ” jadi pedoman)

Minongko dalan manjinge iman 2 X … (sebagai sarana jalan masuknya iman)

 

Kelawan Alloh Kang Moho Suci … (Kepada Alloh Yang Maha Suci)

Kudu rangkulan rino lan wengi ….. (harus mendekatkan diri siang dan malam)

Ditirakati diriyadohi … (diusahakan dengan sungguh-sungguh secara ihlas)

Dzikir lan suluk jo nganti lali 2X … (dzikir dan suluk jangan sampai lupa)

 

Uripe ayem rumongso aman … (hidupnya tentram merasa aman)

Dununge roso tondo yen iman … (mantabnya rasa tandanya beriman)

Sabar narimo najan pas-pasan … (sabar menerima meski hidupnya pas-pasan)

Kabeh tinakdir saking Pengeran 2X … (semua itu adalah takdir dari Tuhan)

 

Kelawan konco dulur lan tonggo … (terhadap teman, saudara dan tetangga)

Kang podho rukun ojo dursilo … (yang rukunlah jangan bertengkar)

Iku sunahe Rosul kang mulyo … (itu sunnahnya Rosul yang mulia)

Nabi Muhammad panutan kito 2x …. (Nabi Muhammad tauladan kita)

 

Ayo nglakoni sakabehane … (ayo jalani semuanya)

Alloh kang bakal ngangkat drajate … (Allah yang akan mengangkat derajatnya)

Senajan asor toto dhohire … (Walaupun rendah tampilan dhohirnya)

Ananging mulyo maqom drajate 2X … (namun mulia maqam derajatnya di sisi Allah)

 

Lamun palastro ing pungkasane … (ketika ajal telah datang di akhir hayatnya)

Ora kesasar roh lan sukmane … (tidak tersesat roh dan sukmanya)

Den gadang Alloh swargo manggone … (dirindukan Allah surga tempatnya)

Utuh mayite ugo ulese 2X … (utuh jasadnya juga kain kafannya)

 

Download Syi’ir Tanpo Waton .. Gus Dur MP3     Klik Disini

 

 

Kategori:Hazanah

Ngelmu Sejati Syekh Siti Jenar ..!?

Sajati jatining ngelmu, Lungguhe cipta pribadi, Pustining pangestinira Gineleng dadya sawiji, Wijaning ngelmu dyatmika Neng kahanan ening-ening .

Hakikat ilmu yang sejati Letaknya pada cipta pribadi Maksud dan tujuannya, Disatukan adanya, Lahirnya ilmu unggul, Dalam keadaan hening seheningnya.

 “ Serat Siti Jenar ”

Dalam paradigma filsafat ilmu, definisi dari ilmu adalah pengetahuan yang telah diproses sedemikian rupa menggunakan metode, sistematisasi, memiliki obyek forma/sudut tinjau (point of view) dll. Metode ilmu berbeda-beda. Tergantung pada obyek material/materi yang diteliti. Namun, ilmu dalam pemahaman kalangan spiritualis biasanya dipahami lebih kompleks dari itu.

Ilmu tidak hanya pengetahuan yang telah diproses dengan metode, sietematisasi, obyek dll… melainkan lebih luas. Meliputi wilayah ilmu sebagai teori dan juga praktik sebagai sarana untuk manembah ke diri pribadi yang merupakan pengejawantahan DIRI-NYA Gusti Inkang Akaryo Jagad.

SYEKH SITI JENAR juga menghayati ilmu seperti pemahaman ini. Terwujudnya ilmu/ngelmu karena ada usaha dan aspek tindakan nyata dari teori. (Ngelmu iku kalakone kanthi laku) Untuk mendapatkan ngelmu, Siti Jenar mensyaratkan adanya perjuangan yang berat, sungguh-sungguh, teliti dan sabar.. bahkan ada syarat khusus yaitu pelaku ngelmu tersebut harus meper hawa nafsunya.

Ilmu yang dicari oleh Siti Jenar adalah ilmu sejati, yaitu ilmu yang harus dihayati dan memberikan kemanfaatan hidup di dunia dan diakhirat. Jadi ilmu harus memiliki dimensi pragmatis/kemanfaatan/kegunaan yang besar.

Teori itu penting namun lebih penting lagi adalah mampu mempraktikkan ilmu tersebut untuk kemanfaatan sesama makhluk Tuhan. Ibarat insinyur, teori membangun gedung itu penting. Namun yang lebih penting adalah bagaimana insinyur tersebut mampu mengaplikasikan teori tersebut untuk membangun gedung.

Syekh Siti Jenar membimbing orang untuk mampu mengetahui ilmu dari Gusti Yang Maha Tunggal dengan mengetahui kenyataan ini adalah sebuah perwujudan kodrat-Nya. Siapa yang mampu memiliki ilmu ini? Tidak lain pribadi yang tahu, paham dan mempraktekkan kodrat, iradat dan ilmunya.

Ilmu yang sebenarnya/ilmu sejati menurut Siti Jenar berada di dalam cipta pribadi. Ide dan kreasi yang lahir dari dalam diri sendiri. Yang adanya di dalam diri yang paling dalam. Biasanya, kita mengetahui sesuatu itu berasal dari luar, melalui indera/pengalaman indera dan melalui pengajaran-pengajaran dari orang lain/guru/dosen.

Namun, kata Siti Jenar, ilmu sejati yang memberi pengajaran adalah DIRI SEJATI. Diri Sejati itu berada di dalam lapisan diri yang paling dalam. Maka, pengetahuan tentang ilmu sejati, menurut Siti Jenar, hanya bisa ditemukan melalui ketajaman batin yang sumbernya dari hening dan sepinya diri. Sebab ilmu sejati memang adanya di kedalaman kesadaran manusia yang paling dalam.

Untuk mendapatkan ilmu sejati, manusia harus sepi ing pamrih rame ing gawe. Bebas dari nafsu dan ego pribadi apapun juga. Batin benar-benar menyatu dalam irama keheningan samadi. Hati dan pikiran tertuju pada fokus: Hu Allah! Itu saja, sehingga tidak ada konflik batin karena semuanya hakikatnya SATU. Susah-senang, baik-buruk, benar-salah, hitam-putih semuanya sumbernya satu dan tidak saling mengalahkan.

Semuanya bisa diresapi dalam diamnya pribadi kita untuk selalu menyatu dengan pribadi-Nya. Sedulur papat limo pancer: Empat saudara yaitu ketuban, ari-ari, tali pusat dan darah yang menyertai kelahiran bayi ke alam dunia. Keempat saudara itu secara simbolik akan mati dan bersifat sementara, tinggal Pancernya—Ruh—Pribadi yang hidup. Pancer yang berupa ruh itulah DIRI PRIBADI MANUSIA.

Manusia sejati, menurut Siti Jenar, harus mengetahui GURU SEJATI-nya. Guru Sejati itu semacam intuisi/indera keenam hasil olahan dari RASA yang sangat dalam. Guru sejati adalah RUH yang memperkuat Sukma Sejati/sang pribadi dalam hidup ini. Sementara Sukma Sejati adalah tempat atau wadah bagi dunungnya SANG PRIBADI. Ilmu-ilmu tentang yang demikian itulah oleh Siti Jenar dikatakan sebagai ILMU SEJATI.

Kategori:Hikmah

Mengenal dan Memahami Rasa …!?

Banyak orang yang bertanya, mengapa dalam mempelajari Agama mesti harus mengenal Rasa ? Memang kalau hanya sampai pada tingkat Syariat, bab rasa tidak pernah dibicarakan atau disinggung. Tetapi pada tingkat Tarekat keatas bab rasa ini mulai disinggung. Karena bila belajar ilmu Agama itu berarti mulai mengenal siapa Sang Percipta itu.

Karena ALLAH maha GHOIB maka dalam mengenal hal GHOIB kita wajib mengaji rasa, jadi jelas berbeda dengan tingkat syariat yang memang mengaji telinga dan mulut saja.Dan mereka hanya yakin akan hasil kerja panca inderanya.Bukan Batin!

Bab rasa dapat dibagi dalam beberapa golongan .Yaitu : RASA TUNGGAL, SEJATINYA RASA, RASA SEJATI, RASA TUNGGAL JATI.

Mengaji Rasa sangat diperlukan dalam mengenal GHOIB.Karena hanya dengan mengaji rasa yang dimiliki oleh batin itulah maka kita akan mengenal dalam arti yang sebenarnya,apa itu GHOIB.

1. RASA TUNGGAL

Yang empunya Rasa Tunggal ini ialah jasad/jasmani. Yaitu rasa lelah, lemah dan capai. Kalau Rasa lapar dan haus itu bukan milik jasmani melainkan milik nafsu.

Mengapa jasmani memiliki rasa Tunggal ini. Karena sesungguhnya dalam jasmani/jasad ada penguasanya/penunggunya. Orang tentu mengenal nama QODHAM atau ALIF LAM ALIF. Itulah sebabnya maka didalam AL QUR’AN, ALLAH memerintahkan agar kita mau merawat jasad/jasmani. Kalau perlu, kita harus menanyakan kepada orang yang ahli/mengerti. Selain merawatnya agar tidak terkena penyakit jasmani, kita pun harus merawatnya agar tidak menjadi korban karena ulah hawa nafsu maka jasad kedinginan, kepanasan ataupun masuk angin.

Bila soal-soal ini kita perhatikan dengan sungguh-sungguh, niscaya jasad kita juga tahu terima kasih. Kalau dia kita perlakukan dengan baik, maka kebaikan kita pun akan dibalas dengan kebaikan pula. Karena sesungguhnya jasad itu pakaian sementara untuk hidup sementara dialam fana ini. Kalau selama hidup jasad kita rawat dengan sungguh-sungguh (kita bersihkan 2 x sehari/mandi, sebelum puasa keramas, sebelum sholat berwudhu dulu, dan tidak menjadi korban hawa nafsu, serta kita lindungi dari pengaruh alam),

Maka dikala hendak mati jasad yang sudah suci itu pasti akan mau diajak bersama-sama kembali keasal, untuk kembali ke sang pencipta. Seperti halnya kita bersama-sama pada waktu dating/lahir kealam fana ini. Mati yang demikian dinamakan mati Tilem (tidur) atau mati sempurna. Pandangan yang kita lakukan malah sebaliknya. Mati dengan meninggalkan jasad. Kalau jasad sampai dikubur, maka QODHAM atau ALIF LAM ALIF, akan mengalami siksa kubur. Dan kelak dihari kiamat akan dibangkitkan.

Dalam mencari nafkah baik lahir maupun batin, jangan mengabaikan jasad. Jangan melupakan waktu istirahat. Sebab itu ALLAH ciptakan waktu 24 jam (8 jam untuk mencari nafkah, 8 jam untuk beribadah, dan 8 jam untuk beristirahat). Juga dalam hal berpuasa, jangan sampai mengabaikan jasad. Sebab itu ALLAH tidak suka yang berlebih-lebihan. Karena yang suka berlebih-lebihan itu adalah Dzad (angan-angan). Karena dzad mempunyai sifat selalu tidak merasa puas.

2. SEJATINYA RASA

Apapun yang datangnya dari luar tubuh dan menimbulkan adanya rasa, maka rasa itu dinamakan sejatinya rasa. Jadi sejatinya rasa adalah milik panca indera:

MATA : Senang karena mata dapat melihat sesuatu yang indah atau tidak senang bila mata melihat hal-hal yang tidak pada tenpatnya.

TELINGA : Senang karena mendengar suara yang merdu atau tidak senang mendengar isu atau fitnahan orang.

HIDUNG : Senang mencium bebauan wangi/harum atau tidak senang mencium bebauan yang busuk.

KULIT : Senang kalau bersinggungan dengan orang yang disayang atau tidak senang bersunggungan dengan orang yang nerpenyakitan.

LIDAH : Senang makan atau minum yang enak-enak atau tidak senang memakan makanan yang busuk.

3. RASA SEJATI

Rasa sejati akan timbul bila terdapat rangsangan dari luar, dan dari tubuh kita akan mengeluarkan sesuatu. Pada waktu keluarnya sesuatu dari tubuh kita itu, maka timbul Rasa Sejati. Untuk jelasnya lagi Rasa Sejati timbul pada waktu klimaks/pada waktu melakukan hubungan seksual.

4. RASA TUNGGAL JATI

Rasa Tunggal Jati sering diperoleh oleh mereka yang sudah dapat melakukan Meraga Sukma (keluar dari jasad) dan Solat Dha’im.

Beda antara Meraga Sukma dan Sholat Dha’im ialah :

1. Kalau Meraga Sukma jasad masih ada, batin keluar dan dapat pergi kemana saja.

2. Kalau Sholat Dha’im jasad dan batin kembali keujud Nur dan lalu dapat pergi kemana saja yang dikehendaki, juga dapat kembali / bepergian ke ALAM LAUHUL MAKHFUZ.

Bila kita Meraga Sukma maupun sholat Dha’im, mula pertama dari ujung kaki akan terasa seperti ada “aliran“ yang menuju ke atas / kekepala. Pada Meraga sukma, bila “aliran“ itu setibanya didada akan menimbulkan rasa ragu-ragu/khawatir atau was-was. Bila kita ikhlas, maka kejadian selanjutnya kita dapat keluar dari jasad, dan yang keluar itu ternyata masih memiliki jasad. Memang sesungguhnyalah, bahwa setiap manusia itu memiliki 3 buah wadah lagi, selain jasad/jasmani yang tampak oleh mata lahir ini. Pada bagian lain bab ini akan kita kupas.

Kalau sholat Dha’im bertepatan dengan adanya “Aliran“ dari arah ujung kaki, maka dengan cepat bagian tubuh kita akan “Menghilang“ dan kita akan berubah menjadi seberkas Nur sebesar biji ketumbar dibelah 7 bagian. Bercahaya bagai sebutir berlian yang berkilauan. Nah, rasa keluar dari jasad atau rasa berubah menjadi setitik Nur.

Nur inilah yang disebut sebagai Rasa Tunggal Jati. Selain itu, baik dalam Meraga Sukma maupun Sholat Dha’im. Bila hendak bepergian kemana-mana kita tinggal meniatkan saja maka sudah sampai. Rasa ini juga dapat disebut Rasa Tunggal Jati. Sebab dalam bepergian itu kita sudah tidak merasakan haus, lapar, kehausan, kedinginan dan lain sebagainya.

Bagi mereka yang berkeinginan untuk dapat melakukan Meraga Sukma dianjurkan untuk sering Tirakat/Kannat puasa. Jadikanlah puasa itu sebagai suatu kegemaran. Dan yang penting juga jangan dilupakan melakukan Dzikir gabungan NAFI-ISBAT dan QOLBU. Dalam sehari-hari sudah pada tahapan lillahi ta’ala.

Hal ini berlaku baik mereka yang menghendaki untuk dapat melakukan SHOLAT DHA’IM. Kalau Meraga Sukma mempergunakan Nur ALLAH, tapi bila SHOLAT DHA’IM sudah mempergunakan Nur ILLAHI. Karena ada Rasa Sejati, maka Rasa merupakan asal usul segala sesuatu yang ada.

Oleh sebab itu bila hendak mendalami ilmu MA’RIFAT Islam dianjurkan untuk selalu bertindak berdasarkan rasa. Artinya jangan membenci, jangan menaruh dendam, jangan iri, jangan sirik, jangan bertindak sembrono, jangan bertindak kasar terhadap sesame manusia, dll. Sebab dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, kita ini semua sama , karena masing-masing memiliki rasa.

Rasa merupakan lingkaran penghubung antara etika pergaulan antar manusia, juga sebagai lingkaran penghubung pergaulan umat dengan Penciptanya. Rasa Tunggal jati ini mempunyai arti dan makna yang luas. Karena bagai hidup itu sendiri. Apapun yang hidup mempunyai arti. Dan apapun yang mempunyai arti itu hidup. Sama halnya apapun yang hidup mempunyai Rasa. Dan apapun yang mempunyai Rasa itu Hidup.

Dengan penjelasan ini, maka dapat diambil kesimpilan bahwa yang mendiami Rasa itu adalah Hidup. Dan Hidup itu sendiri ialah Sang Pencipta/ALLAH. Padahal kita semua ini umat yang hidup. Jadi sama ada Penciptanya. Oleh sebab itu, umat manusia harus saling menghormati, tidak saling merugikan, bahkan harus saling tolong menolang dll.

Dan hal ini sesuai dalam firman ALLAH : “HAI MANUSIA! MASUKLAH KALIAN DALAM PERDAMAIAN, JANGAN BERPECAH BELAH MENGIKUTI LANGKAH SYAITAN, SESUNGGUHNYA SYAITAN ITU MUSUHMU YANG NYATA”

Kategori:Hikmah

Rahasia Syahadat dan Huruf Hanacaraka ..!?

Sebenarnya Ma’rifat itu terdapat pada kata kehendak, itu kehendaknya Allah, gerak, sabda, semua itu kemauan Allah (Makarti – Jawa), menurut kenyataan yang dikehendaki sebelum dikerjakan sudah siap, sebelum ditunggu sudah datang; umpama orang akan pergi ke Kota, baru berfikir mencari angkot, angkot datang mencari sewa dan tanya,.. Kota ya mas?, lalu orang tadi naik angkot ke Kota, perjalanan itu berarti kehendak Allah, orang itu menyatu dengan Dat (Allah), sehingga satu sama lain tidak merasakan hanya menurut kehendaknya.

Jadi Dat yang ada pada orang tadi tidak susah-susah, sudah diterangkan bila Hakikatnya Dat itu ya Af’al dan Asmanya, artinya ya aku ya kamu adalah satu, maka tidak mengherankan bila orang itu dikuasai oleh Dat Allah, kuasa mempercepat, kuasa membelokan tujuan, maka dari orang sebenarnya utusan Dat (sifat Dat), maka dari itu merasa menjadi utusan, lalu memiliki sifat kuasa-Nya, jadi harus menyembah dan memuliakan terhadap Dat Allah.

Bisa melaksanakan apa saja dasar kekuasaan, jika makhluk itu utusan Dat yang wajib adanya. Dibawah ini adanya Wiridan itu artinya kalimat Sahadat yang sudah cocok dengan kebudayaan Jawa akan diterangkan untuk rumah tangga (tingkatan).

Ucapan Rasullullah terhadap Muaz : “Ma Min Ahadin Yashaduan la illaha illallahu washadu anna muhammadan rasullullahi sidqan min qalbihi illa ahrramahu allahu alla annari “, satu-satunya orang yang mengucapkan kalimat Sahadat samapai kehati terhadap Allah pasti tidak akan tersiksa dineraka.

Wiridan (ajaran) Sahadat begini : “Asyhadu alla illaha illallah wa asyhadu anna muhammadan rasullullah”, yang artinya aku bersaksi sebenarnya tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi sebenarnya Muhammad itu utusan Allah.

Wiridan (ajaran) rahasia Carakan HO-NO-CO-RO-KO; “Honocoroko Dotosowolo Podojoyonya Mogobothongo”, artinya ada utusan dua, laki dan perempuan (wanita) berebut kekuatan, sama saktinya (kuatnya) bergumul mati sama-sama menjadi bangkai (terpuruk) lunglai.

Yang akan diterangkan terlebih dahulu tentang dua kalimat Sahadat dulu, dan selanjutnya disusul dengan Carakan;

I. Kalimat Sahadat.

Di tanah Jawa jika ada temukan (mempertemukan) pengantin umumnya mengucapkan Kalimat Sahadat, walaupun bukan bahsa Jawa tetapi sudah tradisi menjadi kebudayaan dari masa terdahulu pada zaman para wali. Dan kalimat Sahadat itu ucapan orang Islam yang belum mengetahui (pelajaran) rukun-rukun Islam. Jadi mengakui menyembah kepada Allah itu harus mengetahui arti kalimat Sahadat, lalu di zaman wali kalimat Sahadat itu dipakai pertamanya mendapat wejangan terhadap siapapun orangnya yang mau berguru, walaupun bahasa Arab kalimat Sahadat itu menjadi saksi Dat Maha Agung dan Muhammad itu utusan-Nya, arinya sudah meliputi alam semesta. Di tanah Jawa bahasa Arab itu tinggal memakai (pinjam) dan bisa dengan bahasa apa saja yang artinya sama. Dan bahasa-bahasa tadi hanya sebagai tanda. Di kalimat tadi ada kata Muhammad yan mempunyai makna sendiri, sebenarnya Nabi Muhammad namanya ada 4, dan kata syair kata Hamdun (memuji) Hamida (di puji) lengkap nama-nama tadi seperti dibawah ini :

a. Hamid, artinya yang di puji.
b. Mahmud, artinya yang mendapat pujian.
c. Ahmad, artinya yang lebih di puji.
d. Muhammad, artinya yang memiliki pujian.

Di dalam kalimat Sahadat tadi Muhammad tidak bisa di ganti dengan kata lain, walaupun ada akan tetapi artinya yang dipakai ada 2 (dua) unsur :

1. Mengartikan Umpama.
2. Mengartikan Nama.

Diwirid disebut kata-kata (nama-nama) tadi Nur Muhammad, artinya cahaya yang terpuji atau cahaya yang sempurna. Kata Muhammad itu sifat yang mempunyai pujian. Kalimat mengatakan Muhammad Rasullullah, siapa yang menjadi utusan Allah , apa Muhammad putra Sayidina Abdullah di Mekah (Arab), apa Muhammad atau Nur Muhammad?. Keterangannya : pada citra (Hakikat Allah) dan pecah-pecah hanya orang hidup. Sebenarnya yang dipuji itu sifat orang hidup yang memiliki sifat 20. jadi yang begitu para Nabi, Wali, Ulama yang mukmin, orang itu semua sifat Muhammad. Dan keterangan tentang utusan (Rasul) seperti dibawah ini :

Muhammad lalu menjadi utusan Allah , dan Allah itu bisa menjadi Allah-ku, Allah-mu, Allah kita semua dan seluruh alam. Jadi yang disebut utusan itu ialah utusan Allah-nya sendiri-sendiri, langsung mengakui mempunyai Allah. Utusan itu sifat hidup, kalau sudah mati (meninggal) tidak bisa menjadi utusan karena orang mati tidak mempunyai Allah. karena sifat-sifat Dat yang menghidupi sudah musnah (lihat keterangan Bab Sifat 20).

Di kitab Injil Mutheus 22 (31,52,33) disebut begini : belum pernah membaca kata-kata Allah kepadamu, Allah ini Allah-nya Abraham, Ishak dan Yakub, Allah itu bukan Allah-nya orang mati tetapi Allah-nya orang hidup.

Yang menjadi pertanyaan, walaupun mempunyai sifat Muhammad atau Rasul, kenapa bisa menjadi utusan Nafsu (Syetan) makhluk halus (perewangan-Jawa) atau utusan angkara murka. Semua itu bagi orang yang belum dalam ilmunya hanya sok (merasa sudah) tahu saja, hanya baru mencapai tingkat Tarikat, lalu umpama benar mengerjakan membuktikan bahwa menjadi Utusan Allah, dan harus menjadi Ma’rifat (Islam). Jadi orang itu sebetulnya sudah At-tauhid (menyatu dengan kehendak Allah), kemudian disebut seorang Islam Sejati (sarino batoro – Jawa) dan juga menjadi utusan, zaman dulu disebut Nabi, Wali dan cukup disebut Ma’rifatullah.

Pendapat yang salah golongan Wirid mengatakan Muhammad diartikan sebenarnya Muhammad itu sifatku, Rasul itu rasaku (Rahso-sangsekerta). Rasul itu utusan asal dari bahasa Arab, Rahso (rasa) asal dari bahasa Sangsekerta (sang sekrit) jadi tidak sesuai. Muhammad itu Rasul tetapi rasa (rahso) itu rasaku jadi tidak sama. Maka dari itu sudah jelas kalau Muhammad itu sifat hidup yang lengkap dan menjadi utusan.

Sifat Muhammad sudah lengkap, memiliki sifat 20; Rasa, Perasaan, Pekerjaan, Pikiran (akal yang sempurna) dan lain-lain. Kenapa bermacam-macam diartikan, Allah itu tidak bisa disamakan dengan makhluk-makhluk/benda-benda lain, jadi pendapat-pendapat yang salah harus dijauhi.

Kata-kata tadi terdapat juga di Hidayat jati (buku hidayat jati). Jadi pengarang Hidayat jati mengutip pendapat para Wali.

Kalau begitu pendapat para Wali tadi yang sudah dianut pada zaman sekarang itu apakah salah atau tidak? Tetapi semua itu harus bersandar kepada hukum Qiyas (meneliti) pendapat itu begini :

Muhammad = Rasul.
Rasul = Sifatnya Muhammad.
Sifat Muhammad = Sifatnya Dat.
Sifatnya Dat = menyertai sifat seluruh yang diciptakan dan hidup (kayu, batu, manusia dan lain-lainnya).
Sifatnya Dat = Hakikatnya Dat.
Hakikatnya Dat = Wujud Sempurna.
Wujud Sempurna = Manusia Hidup.
Manusia Hidup = Memiliki sifatnya Dat / Sifat 20.

Jadi yang merasakan orang hidup (utusan) yang diutus. Jadi bukan salah satunya sifat-sifat tadi yang disebut utusan, Rasa sejati (Rosone Ingsun – jawa), sifat pribadi (Sipate Ingsun-jawa), semua itu milik Dat yang wajib adanya (Allah). Kalau diteliti atau dikaji-kaji kata-kata yang diatas tadi sama dengan Qiyasan Esa, Widhatul Wujud, artinya Chaliq dan makhluk itu satu (lihat keterangan Bab Dat, Sifat, Asma, Afhngal terdahulu)

II. Carakan.

Sampai sekarang masih menjadi bahan pertanyaan para sejarah dan belum mendapat yang tepat, contohnya tentang Aji Saka itu siapa dan apa? Apa maknanya Carakan itu?, walaupun jumlah huruf hanya 20 (dua puluh) tetapi kenyataan bisa mencakup semua makna huruf bahasa sendiri dan bahasa asing,, karena kata-kata itu berhubungan dengan kalimat Sahadat maka jumlahnya 20, bisa dijelaskan dengan sifat 20, maka artinya kalimat Carakan seperti dibawah ini :

a. Wiridan (Pelajaran)

Aku bersaksi tidak ada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah.

b. Carakan, ada 2 utusan; laki dan wanita asik perang tanding sampai mati:
Keterangannya begini: ada 2 utusan laki dan perempuan (hidup laki dan perempuan) sama menjadi utusan Allah supaya berkembang anak beranak. Laki dan perempuan (wanita), bukan manusia saja tetapi seluruh makhluk didunia ini semua berpasang-pasang menjadi saksi Dat (Allah), maka dari itu tidak ada barang yang tidak ada, artinya keadaan DAT itu kekal adanya. Sebenarnya utusan dua jumlahnya, sama jaya, artinya lebih sempurna dari pada makhluk lain, tidak lain adalah manusia yang diluhurkan dari sifat kekurangan, lengkap terhadap sifat 20 sama-sama memiliki, disebut juga sama kuatnya, artinya walaupun laki atau perempuan sama-sama umat luhur dan sempurna.

Carakan tadi mengatakan sama-sama tidak berdaya (kehabisan tenaga) atau mati, apa sebabnya sama-sama menjadi bangkai (tidak berdaya), sehabis perang tanding atau bersetubuh, tusuk menusuk hingga mati tanpa ada yang melerai, jadi sama mati seperti bangkai, terpuruk kehabisan tenaga tidak bergerak dan lemas. Laki dan perempuan jadi sumbernya manusia berkembang. Mengembangakan manusia itu tidak ada putusnya, berdasarkan Qodrat dan Irodat (sifat 20), lalu menghasilkan kenikmatan (merasakan enak). Keadaan seperti itu tidak berlangsung lama, jadi mati seperti bangkai itu sebentar kalau terus mati itu bukan utusan untuk mengembangkan manusia (umat-Nya).

Orang Jawa setiap saat menyebut kata-kata (Kalimat-kalimat jawa) yang terdapat pada Carakan, terbukti setiap berkata pasti memakai kata HA. NA. KA. PA. RA. WA. Jadi orang Jawa setiap hari tidak ketinggalan mengatakan Carakan, setiap kata pasti memakai salah satu dari Carakan tentang berfikir, bertengkar tetap memakai huruf yang 20 / Carakan seperti ini : HA-NA-CA-RA-KA DA-TA-SA-WA-LA PA-DA-JA-YA-NYA MA-GA-BA-THA-NGA.

Rahasia yang tersimpan dicarakan itu tidak akan hilang tetapi tetap laki perempuan semua menyebutkan kata-kata yang ada pada Carakan 20 (jumlah 20 itu sifat Allah).

Keadaan nama Muhammad itu Hakikatnya DAT itu yang mencari orang yang sudah mempunyai ilmu atau orang yang sudah mengetahui rahasia hidup, artinya begini : apa saja yang yang tertulis dikitab-kitab suci (Al-Qur’an, Injil, Jabur dll) pasti bisa dicari, dipelajari, diteliti karena kitab itu untuk orang-orang yang hidup.

Jadi artinya pendapat itu sangat sulit, susah sekali. Rahasia isi kitab Qur’an dan kitab-kitab lainnya bisa diketahui oleh orang yang berilmu. kita ulang lagi tentang kalimat Carakan, semua itu kalau bukan orang kaya ilmu tidak bisa mencari (meneliti). Kalimat Sahadat untuk agama Islam itu sebenarnya kalimat yang tidak abadi, oleh karena menurut umum orang-orang kalau menyebut kalimat Sahadat itu hanya bertepatan pesta perkawinan, mengkhitankan (sunat) anaknya, kalau tidak, tidak pernah diucapkan. Kalau kata Carakan tiap menit tiap detik diucapkan selama hidup, maka untuk menjadi utusan lalu memiliki sifat Muhammmad atau menjadi penanam, penangkar, mengadakan, membuktikan adanya utusan-utusan itu abadi, dan kalau perlu harus di ingatkan;

1. Kalimat Sahadat, rukun Islam itu saksi adanya Dat Allah, walaupun tidak dipanggil, di bicarakan, dipikir-pikir dan lain-lain. Dat tetap adanya dan berubah-ubah dan sifat Muhammad itu tetap ada dan pasti ujud (bentuk nyata), tetapi jika masih hidup bergerak-gerak. Jadi yang memngucap dan menyaksikan itu orang hidup.

2. Carakan itu rahasia, sulit, artinya rahasianya yang mengatakan; ada Muhammad, ada ujud sifat 20. adanya abadinya Dat (Allah) tetap tarik menarik dan setiap hari kita merasakan, kita buktikan tetap bergerak (makarti – Jawa), tidak mati, masih bisa berberbicara dan melanjutkan dua-duanya yang tersebut diatas tadi saling bantu membantu, satu diantara dua bersatu (Widhatul Wujud), Esa, artinya tidak ada, dua tetapi satu (menyatu-At’tauhid).

Rahasia yang terdapat di Carakan, sebuah buku karangan seorang Mangku negaran, diterangkan begini :

1. Hananira Sejatine Wahananing Hyang,
2. Nadyan ora kasat-kasat pasti ana,
3. Careming Hyang yekti tan ceta wineca,
4. Rasakena rakete lan angganira,
5. Kawruhana ywa kongsi kurang weweka,
6. Dadi sasar yen sira nora waspada,
7. Tamatna prahaning Hyang sung sasmita,
8. Sasmitane kang kongsi bisa karasa,
9. Waspadakna wewadi kang sira gawa (sipat Rasul / Muhammad),
10. Lalekna yen sira tumekeng lalis (sekarat) (5),
11. Pati sasar tan wun manggya papa,
12. Dasar beda lan kang wus kalis ing goda; (Islam / Ma’rifat),
13. Jangkane mung jenak jenjeming jiwarja,
14. Yitnanana liyep luyuting pralaya (angracuta yen pinuju sekarat ),
15. Nyata sonya nyenyet labeting kadonyan,
16. Madyeng ngalam paruntunan (?) aywa samar,
17. Gayuhane tanalijan (tan ana lijan) mung sarwa arga,
18. Bali Murba Misesa ing njero-njaba (Widhatulwujud, Esa, Suwiji),
19. Tukulane wida darja tebah nista,
20. Ngarah-arah ing reh mardi-mardiningrat.

Artinya :

1. Asalmu karena kehendak Allah,
2. Walaupun tidak nampak tetapi ada,
3. Allah yang Kuasa tidak bisa ditebak (dinyatakan),
4. Rasakan dalam tubuhmu,
5. Ketahui sampai kurang waspada,
6. Jadi salah kalau kurang waspada,
7. Nyatakan Allah memberi petunjuk,
8. Petunjuk sampai bisa merasakan,
9. Waspadalah rahasia yang kau bawa (sifat Rasul/Muhammad),
10. Lupakan sampai sekaratil maut (menjelang ajal/koma),
11. Mati yang salah menjadi susah,
12. Dan beda bagi yang tidak tergoda (Islam/Mari’fat),
13. Tujuannya hanya tentram jiwanya,
14. At’tauhid atau khusyuk waktu sekaratil maut,
15. Ternyata sepi (hilang) sifat dunia,
16. Dalam alam barzah ternyata samar (gaib),
17. Tujuan tidak lain hanya satu,
18. Pulang menguasai Lahir Batin (Esa),
19. Tumbuhnya benih menjauhkan aniaya,
20. Hati-hati manuju jalan kedunia

Kategori:Hikmah

Semar … !?

Dikalangan spiritual jawa sosok  Semar ternyata dipandang bukan sebagai fakta historis, tetapi lebih bersifat mitologi dan symbolis tentang KeEsa-an, yaitu: Suatu lambang dari pengejawantahan expresi, persepsi dan pengertian tentang Ilahi yang menunjukkan pada konsepsi spiritual. Pengertian ini tidak lain hanyalah suatu bukti yang kuat bahwa orang Jawa sejak jaman prasejarah adalah Relegius dan ber keTuhan-an yang Maha Esa.

Semar dalam bahasa Jawa (filosofi Jawa) disebut Badranaya

– Bebadra = Membangun sarana dari dasar
– Naya = Nayaka = Utusan mangrasul

Artinya : Mengemban sifat membangun dan melaksanakan perintah Allah demi kesejahteraan manusia.

Javanologi : Semar = Haseming samar-samar
Harafiah : Sang Penuntun Makna Kehidupan

Semar tidak lelaki dan bukan perempuan, tangan kanannya keatas dan tangan kirinya kebelakang. Maknanya : “Sebagai pribadi tokoh semar hendak mengatakansimbul Sang Maha Tunggal”. Sedang tangan kirinya bermakna “berserah total dan mutlak serta sekaligus simbol keilmuan yang netral namun simpatik”.

Domisili semar adalah sebagai lurah karangdempel / (karang = gersang) dempel =keteguhan jiwa, Rambut semar “kuncung” (jarwadasa/pribahasa jawa kuno) maknanya hendak mengatakan : akuning sang kuncung = sebagai kepribadian pelayan. Semar sebagai pelayan mengejawantah melayani umat, tanpa pamrih, untuk melaksanakan ibadah amaliah sesuai dengan sabda Ilahi. Semar barjalan menghadap keatas maknanya : “dalam perjalanan anak manusia perwujudannya ia memberikan teladan agar selalu memandang keatas (sang Khaliq ), yang maha pengasih serta penyayang umat”.

Kain semar Parang kusumo rojo : perwujudan Dewonggowantah (untuk menuntun manusia), agar memayuhayuning bawono : menegakan keadilan dan kebenaran di bumi

Ciri sosok semar adalah

* Semar berkuncung seperti kanak kanak,namun juga berwajah sangat tua.
* Semar tertawannya selalu diakhiri nada tangisan.
* Semar berwajah mata menangis namun mulutnya tertawa.
* Semar berprofil berdiri sekaligus jongkok.
*Semar tak pernah menyuruh namun memberikan konsekwensi atas nasehatnya.

Kebudayaan Jawa telah melahirkan religi dalam wujud kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa, yaitu adanya wujud tokoh wayang Semar, jauh sebelum masuknya kebudayaan Hindu, Budha dan Islam di tanah Jawa.

Dari tokoh Semar wayang ini akan dapat dikupas, dimengerti dan dihayati sampai dimana wujud religi yang telah dilahirkan oleh kebudayaan Jawa . Semar ( pralambang ngelmu gaib ) – kasampurnaning pati.

Gambar Semar kaligrafi jawa tersebut bermakna :

Bojo sira arsa mardi kamardikan, ajwa samar sumingkiring dur-kamurkan Mardika – artinya “merdekanya jiwa dan sukma”, maksudnya dalam keadaan tidak dijajah oleh hawa nafsu dan keduniawian, agar dalam menuju kematian sempurna tak ternodai oleh dosa. Manusia jawa yang sejati dalam membersihkan jiwa (ora kebanda ing kadonyan, ora samar marang bisane sirna durka murkamu) artinya : “dalam menguji budi pekerti secara sungguh-sungguh akan dapat mengendalikan dan mengarahkan hawa nafsu menjadi suatu kekuatan menuju kesempurnaan hidup”.